Nama Mahindra Wondowisastro alias Rob Rama Rambini (52) kini tengah berkibar sebagai seorang pelaut tangguh. Maklum, seorang diri ia melayari lautan dari California, Amerika Serikat menuju Bali di Kepulauan Indonesia. Museum Rekor Indonesia langsung mencatatnya sebagai orang Indonesia pertama yang berlayar seorang diri mengarungi rute tersebut.
Rob Rama Rambini mengangkat sauhnya di Oakland California pada 8 mei 2010. Dari pelabuhan itu, ia arahkan perahunya menuju Honolulu Hawaii. Jarak itu berhasil dia tundukkan dalam waktu dua bulan. Waktu ini tergolong sedikit lambat. Itu karena perjalanannya mendapat gangguan dari alam. Perahu layarnya yang berukuran 10 meter itu rusak diterjang badai.
“Gelombang setinggi belasan meter, berkecepatan sekitar 50 knot per jam, membuat layar robek dan beberapa bagian perahu saya rusak. Itu terjadi sekitar 100 mil di selatan San Fransico,” tutur Rob.
Setelah memperbaiki kerusakan perahu itu di Hawaii, Rob melanjutkan pelayarannya mengarungi Samudera Pasifik. Ini merupakan petualangan yang sangat mendebarkan. Semua orang tahu, Samudera Pasifik adalah lautan yang sangat ganas untuk ditundukkan seorang diri dengan perahu berukuran mungil. Namun pria kelahiran Italia ini berhasil melakukannya. Ia menyusuri Kepulauan Polinesia dan berlabuh di Port Moresby, Papua New Guinea, pada 25 Oktober 2010.
Dari Papua New Guinea, Rob melanjutkan pelayarannya menyusuri perairan selatan negeri itu memasuki perairan Indonesia. Di perairan ini Rob kembali menghadapi kondisi alam yang kurang bersahabat bagi pelayarannya. Di Laut Arafuru, misalnya, cuaca membuat laut setenang agar-agar. Ini disebabkan karena nyaris tak ada angin yang berembus. Akibatnya, Rob harus berusaha keras mengarahkan layar agar perahunya melaju ke arah yang hendak di tuju.
Setelah melewati perairan Arafuru, di antara Pulau Solor dan Flores, Rob justru menghadai situas yang berbalikan. Cuaca buruk kembali mengantarkan badai untuk pelayarannya. Dalam situasi darurat itu, Rob memutuskan untuk mendarat di Baranusa. Lima hari ia berada di pulau itu untuk menunggu badai reda. Begitu cuaca baik, pada 16 Februari 2011, Rob melanjutkan perjalanan dari Baranusa menuju Pulau Alor. Dari situ ia terus mengarahkan Kona, nama perahu kecilnya itu, menuju Flores. Keduanya berada di wilayah Nusa Tenggara Timur.
Setelah berjuang keras, pada 22 Maret 2011 Rob melego sauh dan menginjakkan kakinya di Pulau Flores. Di situ ia beristirahat beberapa hari untuk memulihkan tenaganya yang terkuras hebat. Setelah pulih, Rob kembali mengangkat sauh dan melanjutkan pelayaran ke tujuan akhirnya, Bali. Jarak ini ia tempuh dalam waktu 11 hari. Minggu, 3 April 2011, Pukul 02 dini hari, Rob tiba di Pelabuhan Benoa, Denpasar. Kedatangannya terlambat sepuluh jam dari yang dijadwalkan. Itu tentu karena cuaca buruk yang menghambatnya.
Begitu menapakkan kaki di dermaga Pelabuhan Benoa, Rob yang meski tampak letih dan kurus langsung menebarkan senyumnya. Ia tampak bahagia mendapatkan sambutan ibu dan keluarganya. Ia juga tampak sangat bahagia mendapat sajian gamelan bleganjur dan jegog serta tari penyambutan khas Bali.
Di sebelah ibunya, Trisutji Kamal, yang tidak dijumpai sudah selama hampir 30 tahun itu, Rob mengatakan kepada media bahwa motivasinya menempuh pelayaran berbahaya ini adalah untuk bertemu perempuan yang sangat dirindukannya itu.
“Juga untuk melihat keindahan alam Indonesia dari sudut pandang yang berbeda,” ujar Rob sembari menuturkan bahwa seluruh biaya pelayannya itu ia tanggung dengan uang yang ia rogoh dari sakunya sendiri. Jumlahnya sekitar Rp 250 juta.
“Itu jumlah yang sepadan dengan pengalaman yang saya dapatkan,” tandas Rob yang setelah ini berencana akan melakukan perjalanan keliling dunia seorang diri.