FFDB sendiri adalah sebuah ajang bagi para pembuat film dokumenter di seluruh Indonesia untuk memperlombakan karyanya. Festival ini diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang merupakan salah satu mata acara unggulan Pesta Kesenian Bali (PKB) 2011. Festival ini merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya, acara ini bernama Lomba Film Dokumenter Bali (LFDB). Saat itu peserta yang dilibatkan hanya menyakup wilayah Bali saja. Setelah karya-karya hasil lomba tersebut disertakan lagi pada lomba tingkat nasional di Jakarta, ternyata karya-karya dari Bali mendominasi. Mereka memborong trophy untuk Juara I, II, dan Harapan I. Karena sukses tersebut, pada tahun 2011 LLDB dikembangkan menjadi FFDB yang disamping menggelar lomba dan pemutaran karya-karya peserta juga menyelenggarakan serangkaian pelatihan di seluruh kabupaten/kota di Bali.
Pada festival ini seluruh karya yang ikut serta berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali sendiri. Seluruhnya ada 34 karya, melonjak dua kali lipat lebih dari tahun tahun sebelumnya yang hanya 14 karya. Dari keseluruhan karya yang masuk, sebagian besar peserta mengikuti kategori profesional. Hanya lima peserta yang mengikutkan karyanya dalam kategori ponsel.
“Hal ini kemungkinan disebabkan karena lomba dilaksanakan berdekatan dengan waktu persiapan ujian nasional dan ulangan umum,” duga Agung Bawantara, kordinator pelaksana harian FFDB 2011 ini.
Di lain sisi, Agung Bawantara menduga tingginya animo para pembuat film dokumenter untuk menyertakan karyanya dalam festival ini adalah kerena nama besar Bali dan nama-nama penting yang menjadi dewan juri. Para anggota dewan juri festival ini memang terdiri dari nama-nama beken yakni Dr. Lawrence Blair, Slamet Rahardjo Djarot, Rio Helmi, Prof. Dr. I Wayan Dibia, dan Hadiartomo.
Selain "Lampion-Lampion”, karya lain yang keluar sebagai juara pada festival kali ini adalaj "Opera Batak" karya Andi Hutagalung dari Kota Medan - Sumatera Utara. Film dokumenter ini berkisah tentang pasang-surut sebuah seni pertunjukan opera di Batak. Bagaimana kesenian tersebut sempat jaya kemudian tersisih dan kini mencoba bangkit kembali.
Juara tiga dimenangi oleh film "Seni Budaya Antara Realita dan Harapan” karya Putu Widana Yuniawahari yang disponsori oleh Disbudpar Kabupaten Klungkung. Film ini mengisahkan tentang anak-anak di sebuah desa terpencil di dekat tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Klungkung. Mereka mempelajari seni budaya Bali sembari mengais-ngais sampah untuk membantu ekonomi keluarga mereka.
Juara Harapan diberikan kepada film yang berjudul "Baris Jangkang" karya siswa SMKN 1 Mas Ubud, Gianyar, yang memaparkan tentang asal-usul dan kehidupan tari tradisi Baris Jangkang yang sacral di Nusa Penida.
Sementara untuk kategori ponsel, yaitu karya yang dibuat dengan kamera telepon seluler, yang tampil sebagaijuara adalah “Asal- usul Wong Perahu Desa Adat Merita” karya siswa SMK PGRI Karangasem. Juara I dan II untuk kategori ini dinyatakan tidak ada karena tak ada karya peserta yang memenuhi standar yang ditentukan oleh dewan juri.