Bisa dibayangkan betapa bersihnya udara Bali saat itu. Tak ada deru mesin, asap kendaraan, dan aktivitas-aktivitas yang menimbulkan polutan. Di tengah maraknya isu perubahan iklim akibat pemanasan global, pelaksanaan Nyepi begitu terasa keuntungan dari sisi ekologis.
Tahun 2008 lalu, bersamaan dengan penyelenggaraan United Nation for Climate Change (UNFCC) di Nusa Dua, beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan seperti Walhi, Bali Organic Association (BOA), Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH), Yayasan Wisnu, dan Third World Network (TWN) mengeluarkan hasil penelitian mereka yang menyatakan pada saat hari Nyepi, pengurangan emisi karbon ke udara mencapai 20.000 ton! Ini artinya Nyepi memberi kontrbusi yang cukup besar dalam pengurangan emisi karbon di udara yang menjadi penyebab utama pemanasan global.
Ketika itu, para pejuang lingkungan tersebut mengampanyekan agar hari Nyepi bisa diperingati di seluruh dunia sebagai langkah nyata pengurangan emisi karbon. Ketika itu gagasan tersebut didukung oleh para tokoh-tokoh masyarakat, kaum intelektual serta pemuka-pemuka agama di Bali. Untuk mempermudah pemahaman masyarakat internasional istilah Hari Nyepi diterjemahkan menjadi World Silent Day. Namun, gaung wacana itu belum mampu menembus batas-batas wilayah Bali yang mungil...