Di Bali, saat ini, masih hidup beberapa tarian sakral yang hanya dapat disaksikan pada saat-saat khuusus. Tarian tersebut antara lain tari Sanghyang yang ditarikan dalam rangkaian sebuah upacara suci. Jarang sekali tari macam ini dipertunjukkan sekedar sebagai sebuah tontonan belaka, kecuali ada permintaan khusus dengan syarat tertentu.
Soal tari, di Bali terdapat puluhan jenis tarian. Oleh pakar tari Prof. I Made Bandem, semua tari itu dipilah ke dalam tiga kelompok besar yakni tari Wali(sakral),bebali (dipertunjukan dalam rangkaian upacara), dan balih-balihan (semata-mata untuk hiburan). Nah, tari Sanghyang termasuk ke dalam kelompok tari Wali.
Tari Sanghyang merupakan "purba" dengan gerak dan lagu pengiring yang sangat sederhana. Namun,simbol-simbol dalam kesederhanaan itu mempu membuat penarinya kerauhan (trance) dan bergerak seperti tokoh yang dilakonkan. Misalnya,seperti bidadari, babi hutan, monyet, atau kuda. Tari ini adalah warisan budaya Pra-Hindu yang dimaksudkan sebagai penolak bahaya dengan cara membuka komunikasi spiritual antara manusia dengan mahluk-mahluk gaib untuk menjaga keseimbangan semesta.
Tari Sanghyang dibawakan oleh penari laki-laki maupun perempuan dengan iringan paduan suara yang menyanyikan tembang-tembang pemujaan. Di beberapa daerah, seperti di Sukawati-Gianyar, tari ini juga diiringi dengan Gamelan Palegongan.
Di dalam Tari Sanghyang, ada tiga unsur penting yang wajib hadir yaitu asap/ api, Gending Sanghyang dan medium (orang atau boneka).Penyelenggaraannya melalui tiga tahap penting diawali dengan nusdus yaitu upacara penyucian medium dengan asap/api, kemudian dilanjutkan dengan masolah. Pada tahap ini, penari yang sudah trance mulai menari. Tahap terakhir, ngalinggihang yakni mengembalikan kesadaran medium dan melepas roh yang memasuki dirinya agar kembali ke asalnya.
Sanghyang Jaran
Tari ini ditarikan oleh seorang laki-laki. Penari tersebut mengendarai sebuah kuda-kudaan dari pelepah kelapa. Penari biasanya trance oleh kehadiran roh kuda tunggangan dewa. Keadaan itu terjadi setelah para penynayi pengiring melanunkan gending sanghyang sambil berkeliling dengan mata terpejam. Begitu trance, si penari akan berjalan dan berlari-kecil. Kakinya yang telanjang akan menginjak-injak bara api batok kelapa yang terhampar di tengah arena.
Tari Sanghyang Jaran biasanya digelar pada saat situasi krisis atau saat masyarakat dalam keadaan prihatin. Misalnya, saat mereka terserang wabah penyakit atau kejadian lain yang meresahkan.
Selain Sanghyang Jaran (Kuda), beberapa jenis tari Sanghyang yang hingga kini masih hidup di Bali adalah:Sanghyang Dedari(Bidadari), Sanghyang Deling (Boneka), Sanghyang Sampat (Sapu), Sanghyang Bojog (Monyet), dan Sanghyang Celeng (Babi Hutan).
Foto Sanghyang Jaran: I Nyoman Wija (Radar Bali)