Biar orang lain menilai
Hidup ibarat menyapu
Sampah ada selalu
Hilang sampah, debu beribu-ribu
Meski pintar, berjuta hal belum kau kenal
Bait di atas merupakan terjemahan dari syair Pupuh Ginada. Syair tersebut sangat populer di masyarakat Bali, terutama pada generasi yang lahir tahun 1970-an.
Pupuh Ginada adalah salah satu tembang dari Sekar Alit, yaitu tembang-tembang Bali yang diperuntukkan mengiringi dolanan anak-anak atau sebagai lagu buaian pengantar tidur.
Syair asli tembang tersebut adalah:
Eda ngadèn awak bisa
depang anakè ngadanin
geginane buka nyampat
anak sai tumbuh luhu
ilang luhu bukè katah
yadin ririh liu enu paplajahan
Oleh banyak pengamat sastra di Bali, syair ini merupakan petuah agar kita selalu bersikap rendah hati dan selalu bergiat untuk belajar dan menempa diri. Meskipun dalam prakteknya, syair ini kerap digunakan untuk ‘membungkam’ kritik demi menjaga harmoni dalam kehidupan sehari-hari.
Mengenai tembang, di Bali terdapat berbagai jenis tembang yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda-beda. Masyarakat Bali membedakan seni suara vokal ini menjadi empat kelompok yaitu Sekar Rare yang meliputi berbagai jenis lagu anak-anak yang bernuansa permainan; Sekar Alit atau tembang macapat yang menyakup jenis-jenis tembang yang diikat oleh hukum padalingsa (jumlah baris dan jumlah suku kata); Sekar Madya atau kekidungan yang meliputi jenis-jenis lagu pemujaan; dan Sekar Agung yang meliputi lagu-lagu berbahasa Kawi yang diikat oleh hukum guru-lagu (suara panjang-pendek).
Tulisan Terkait:
Utsawa Dharma Gita, Olah Vokal Plus Keimanan