Sabtu, 21 Mei 2011

Pis Bolong: Alat Tukar, Simbol Persembahan, dan Jimat

Oleh: Agung Bawantara dan Maria Ekaristi

Pis bolong
adalah sebutan bahasa Bali untuk uang kepeng. Pis kependekan dari kata “pipis” yang berarti uang, sedangkan bolong berarti lubang. Memang, pis bolong adalah uang logam yang di bagian tengahnya terdapat lubang (berbentuk segi empat). Uang jenis ini merupakan alat tukar milik Bangsa China yang diperkenalkan ke Nusantara pada era Kerajaan Majapahit, sekitar tahun 1293 Masehi.

Pada masa itu, hubungan dagang antara Majapahit dengan saudagar-saudagar China berjalan sangat baik. Namun saat itu Majapahit belum mempunyai uang kartal. Untuk memudahkan transaksi perdagangan, maka digunakanlah uang kepeng sebagai alat tukar dalam hubungan jual-beli tersebut.

Uang kepeng mula-mula diperkenalkan oleh Bangsa China yakni pada era kekuasaan Dinasti Tang, Sung dan Chin (756 M), lalu dikenal uang kepeng buatan Jepang yang dibuat pada zaman Dinasti Tokugawa (1741 M). Di Nusantara uang kepeng mulai dibuat di Bali sekitar abad ke-13, lalu di Jawa pada zaman Walisongo sekitar awal abad ke-15.

Uang kepeng buatan Bali lebih banyak digunakan sebagai ajimat daripada sebagai alat tukar. Uang-uang tersebut bergambar figur atau tokoh tertentu seperti Arjuna, Bhima, Kresna, Tualen dan Kuda yang setelah diberi kekuatan gaib memiliki vibrasi sesuai dengan karakter tokoh atau figur tersebut. Sedangkan uang kepeng buatan Jawa menggunakan huruf Arab sebagai penanda.

Di luar itu, ada juga uang kepeng buatan Vietnam yang tidak jelas sejak kapan uang jenis itu diproduksi dan dijadikan sebagai alat tukar.

Sebagai uang kartal, uang kepeng berlaku di Bali hingga tahun 1950. Namun sebagai sarana upacara uang kepeng berlaku di Bali hingga kini. Penggunaannya antara lain sebagai salah satu komponen dalam kewangen yakni kerucut kecil dari daun pisang yang di dalamnya berisi bunga, daun dan uang kepeng yang digunakan sebagai sarana persembahyangan saat penganut Hindu di Bali memuja Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) dengan segala bentuk manifetasinya.

Sebagai sarana upacara, uang kepeng dirangkai sedemikian rupa sesuai kegunaannya. Rangkaian-rangkaian tersebut memiliki namanya masing-masing. Ada yang dinamakan dengan Pis Sandangan yakni sejumlah uang kepeng yang dibungkus dengan tapis dan diikat dengan anyaman bambu atau rotan sehingga berbentuk mirip kendi. Jumlah keping uang kepeng dalam Pis Sandangan ini adalah 1700 yang dalam bahasa Bali disebut dengan sepa satus.

Ada pula yang disebut Pis Andel-andel yakni sejumlah uang kepeng yang diikat dengan benang Tridatu. Benang tridatu adalah benang kapas yag terdiri dari tiga warna: merah, hitam dan putih. Jumlah uang kepeng dalam Pis Andel-andel ini sebanyak 200 keping. Rangkaian ini juga kerap disebut dengan Pis Satakan. Berasal dari kata satak yang berarti 200.

Sebagai jimat hingga saat ini sebagian masyarakat Bali memburu uang-uang kepeng bergambar tokoh seperti Arjuna (Pis Rejuna) yang memberi vibrasi kecerdasan dan ketampanan, tokoh Bhima (Pis Bima) yang memberi vibrasi kekuatan dan keteguhan, Kresna (Pis Kresna) untuk kebijakan dan kedigdayaan. Juga, sosok punakawan macam Werdah, Tualen, Delem dan Sangut dengan vibrasinya masing-masing.

Di luar itu, ada pula uang kepeng bergambar sosok binatang seperti kuda (pis jaran) dan gajah (pis gajah). Pis Jaran konon membuat orang yang membawanya dapat memiliki kemampuan berlari yang sangat hebat menyamai kuda dan vibrasi pis gajah dapat membuat orang yang memilikinya berbobot seberat gajah. Tak jelas apa manfaat nyata kedua khasiat itu. Sebab hingga sekarang belum ada berita tentang pelari atau pegulat asal Bali yang memecahkan rekor nasional apalagi rekor dunia karena memiliki jimat-jimat tersebut.


◄ Newer Post Older Post ►