Nasib Tuti Tursilawati, Tenaga Kerja Indonesia yang terancam hukuman mati karena membunuh majikan, belum jelas perkembangannya. Wakil Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Ramses D Aruan menuturkan, kondisi Tuti masih kritis.
Ramses mengatakan, Tuti akan dieksekusi antara tanggal 7-9 November 2011. “Kita tunggu Jumat pekan ini. Keluarga dari korban terbunuh meminta eksekusi dilakukan setelah tanggal 6 November. Kalau keputusannya setelah tanggal 6 November, eksekusi bisa dilaksanakan pada hari Jumat, karena eksekusi biasanya dilakukan setelah salat Jumat,” ungkap Ramses kepada VIVAnews, Senin 7 November 2011.
Ramses mengatakan, Tuti akan dieksekusi antara tanggal 7-9 November 2011. “Kita tunggu Jumat pekan ini. Keluarga dari korban terbunuh meminta eksekusi dilakukan setelah tanggal 6 November. Kalau keputusannya setelah tanggal 6 November, eksekusi bisa dilaksanakan pada hari Jumat, karena eksekusi biasanya dilakukan setelah salat Jumat,” ungkap Ramses kepada VIVAnews, Senin 7 November 2011.
Status Tuti berdasarkan vonis terakhir adalah akan dieksekusi. Belum ada tanda-tanda atau indikator pemaafan dari keluarga majikan Tuti. “Bisa saja keluarga korban mendesak agar eksekusinya tidak harus hari Jumat, karena tidak ada ketentuan,” terang Ramses.
Akibat ketidakjelasan nasib Tuti, keluarga Tuti sampai saat ini sangat khawatir dan terbebani karena keputusan eksekusi bisa sewaktu-waktu. “Kalau ada kabar keluarga korban sudah agak melunak terhadap Tuti, itu hanya jawaban Satgas TKI yang ingin mendinginkan suasana tegang, agar keluarga di sini tidak stres dan tidak tegang. Tapi sampai sekarang belum ada jawaban pasti apakah Tuti dimaafkan atau eksekusi diteruskan,” ujar Ramses.
Satgas TKI yang berangkat ke Arab Saudi, menurut Ramses, hanya bernegosiasi dengan beberapa tokoh masyarakat di sana, dan belum mendapatkan hasil yang pasti. “Sampai sekarang Satgas belum pernah ketemu keluarga terbunuh, padahal intinya kan di keluarga itu. Tokoh-tokoh masyarakat di sana juga belum ada kejelasannya apakah sudah bicara dengan keluarga terbunuh atau belum,” imbuh Ramses.
SBMI pun mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menghubungi Raja Arab Saudi agar ada kejelasan tentang nasib Tuti. “Sekarang upaya tinggal di SBY, karena masalah ini tinggal antara pimpinan negara. Kami tidak percaya dengan Satgas, kami tidak percaya dengan Kementerian Luar Negeri,” kata Ramses.
Upaya Pemerintah
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa beberapa waktu lalu mengatakan, pemerintah telah lama mengantisipasi ancaman hukuman mati Tuti. Menurut dia, pemerintah, baik dari Kemlu maupun Satgas TKI, sudah berupaya meminta keringanan hukuman untuk Tuti.
“Namun akhir-akhir ini ancaman terhadap pelaksanaan hukuman mati semakin meningkat, dengan adanya kepastian putusan pengadilan atas beliau,” kata Natalegawa. Ia menambahkan, Presiden SBY bahkan telah mengirim surat pada Raja Saudi pada tanggal 7 Oktober 2011 lalu.
“Pemerintah meminta bantuan Raja agar upaya pemaafan dari keluarga korban dapat diperoleh. Surat dari kami juga dikirimkan kepada Menlu Arab Saudi,” tutur Natalegawa. Di Arab Saudi, kata dia, Dubes dan Konjen RI juga terus berupaya menfasilitasi permintaan maaf itu dengan cara melakukan pertemuan dengan Gubernur Mekkah.
“Saudi telah memberikan semacam komitmen atau indikasi bahwa mereka akan berupaya semaksimal mungkin memfasilitasi pemaafan dari keluarga,” kata Marty. Ia menegaskan, kata kunci kasus Tuti adalah 'pemaafan dari keluarga.' Pemaafan itu yang menjadi harapan satu-satunya bagi Tuti untuk lolos dari pedang tajam algojo Saudi.
Presiden SBY dalam berbagai kesempatan juga menyoroti isu TKI, misalnya saat berpidato usai melantik para menteri hasil reshuffle kabinet di Istana Negara, Rabu 19 Oktober 2011. Menurut dia, meski telah dilakukan usaha perbaikan di sektor ketenagakerjaan, kasus-kasus yang menimpa TKI tetap saja terjadi.
“Atensi saya, yang akan berangkat ke luar negeri dan sudah di sana, mari kita siapkan di dalam negeri sebaik-baiknya. Berikan bekal yang lengkap. Jangan akibat kelalaian, kesalahan agen-agen pengirim, malapetaka terjadi di negara-negara sahabat,” kata SBY. (umi)• VIVAnews