Dini hari itu, para fans Nanoe yang berjuluk Baduda dan Badudawati dengan sabar menanti momen peluncuran album sang pujaan. Mereka berbaur akrab dengan ibu-ibu pedagang sayuran dan pedagang bahan kebutuhan sehari-hari yang mengais rejeki di pasar tersebut.
Kata “baduda” adalah kata dari bahasa bali yang berarti kumbang tanah. Jenis kumbang ini paling suka berkutat di tanah menggemburkan kotoran yang telah mengering. Nanoe mengambil nama serangga itu untuk menjuluki dirinya yang memproklamirkan diri sebagai seniman yang dekat dengan masyarakat ‘bawah’.
Tanpa dinyana pilihan Nanoe untuk menjuluki dirinya mendapat simpati yang luas. Ribuan kawula muda Bali serta-merta dengan bangga menjuluki diri mereka sendiri sebagai Baduda (dan Badudawati). Persis seperti para penggemar Slank yang dengan bangga menyebut dirinya sebagai “The Slankers”. Diperkirakan, saat ini ada sekitar 100 ribu Baduda dan Badudawati tersebar di seluruh Bali. Sebuah jumlah yang menjadikan Nanoe sebagai penyanyi paling popoler di Bali saat ini.
Kembali ke soal peluncuran album, dini hari itu, di atas sebuah panggung kecil yang sederhana Nanoe menembangkan beberapa lagu terbarunya sembari memaparkan bahwa konsep kreatif album M3taforia didasari tiga semangat: bermimpi, beraksi dan berbagi.
Keisitimewaan lain album M3taforia ini adalah pada keberhasilan Nanoe mengajak para maestro musik Bali seperti Putu Indrawan, Putu Kabe, Manto dan Dodot untuk mengiringi salah satu lagu ciptaannya. Keempat musisi tersebut adalah pentolan grup band Halrey Angels yang pada tahun 1985 dinobatkan sebagai grup rock terbaik Indonesia. Grup band ini bubar karena beberapa personelnya memilih panggilan hidup menjadi spiritualis dan enggan untuk bermusik lagi.
Musisi kondang lainnya yang turut bermain dalam album M3taforia antara lain si magic fingers Wayan Balawan.