Dari sejak tabuh pertama mulai didengungkan, suasana sudah langsung meriah. Ratusan penonton yang memadati kalangan Ayodya menikmati atraksi dengan antusiatik. Mereka memberi tepuk tangan meriah begitu tabuhan usai.
Ada satu tabuh dan enam tari kreasi yang mereka pertunjukkan. Tabuh dan tari tersebut adalah: Sasi Katilar Dalu, menyiratkan perasaan penyesalan dari seseorang yang terlambat mengambil keputusan penting dalam hidupnya; Puspa Mimba tentang keriangan muda-mudi merayakan masa remajanya; Silih Asih tentang upaya membangun saling pengertian antara dua insan yang tengah berkasih-kasihan; Kenyung Manis menyiratkan semangat berbagi senyum dari lubuk hati; Tungtung Tangis mengisahkan seseorang yang menyikapi kebahagiaan secara berlebihan lalu ketika keadaan berbalik, ia menandang duka berkepanjangan; Jobong melukiskan suasana percintaan yang mesra; dan Paksi Ngindang yang menyiratkan pesan untuk menyontoh burung yang terbang saat melihat persoalan yang pelik, yaitu berjarak dan memandangnya dengan obyektif.
Pertunjukan Joged arahan I Gusti Agung Gde Wirawan ini tak hanya diminati oleh penonton lokal. Puluhan wisatawan mancanegara pun turut menyaksikan, bahkan turun ke arena untuk mengibing.
Meski marak, beberapa penonton dan wartawan sedikit mengeluhkan penyelenggaraan pertunjukan ini. Latar berwarna merah dan atap klangsah (anyaman daun kelapa)yang tak rapat membuat cahaya matahari menerobos masuk membentuk bulatan-bulatan cahaya. Akibatnya, sangat sulit membuat foto untuk mengabadikan pementasan tersebut karena wajah cantik para penari tampak belang-bentong tertimpa cahaya.