Belum ditemukan bukti otentik, kapan pura ini pertama kali dibangun. Namun, melihat beberapa peninggalan arkeologis di tempat itu, diperkirakan pura ini sudah ada sejak abad ke-8. Dan, jika dilihat dari lokasinya yang berada di kawasan daratan tertinggi dari sekitarnya, kuat dugaan Uluwatu sudah difungsikan sebagai kawasan suci di masa-masa Bali Kuno, pra-Hindu. Di masa itu, orang Bali sangat yakin bahwa daratan tertinggi, seperti gunung atau bukit adalah kawasan tersuci. Di sanalah diyakini roh-roh leluhur bersemayam. Karenanya, ke sanalah orientasi pemujaan mereka arahkan.
Pada beberapa sumber historiografi tradisional Bali, disebutkan bahwa sekitar abad ke-15 pendeta Hindu asal Jawa Timur bernama Dang Hyang Nirartha melakukan perjalanan spiritual menyusuri tepian pantai-pantai Bali bagian selatan. Di beberapa tempat yang beliau lalui, beliau mendirikan atau membenahi tempat-pempat persembahyangan seperti Pura Tanah Lot, Peti Tenget, Sakenan, Masceti, Silayukti, dan Pura Luhur Uluwatu. Tidak hanya pura, di sepanjang perjalanannya, Dang Hyang Nirarta mendirikan "pondok sastra", menyuratkan gubahan karya-karya sastra yang sarat ajaran kerohanian.
Bagi masyarakat Hindu di Bali, Pura Luhur Uluwatu merupakan tempat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa-Rudra.
Sebagai objek wisata, pura ini sangat memikat, pesona alamnya begitu magis dan eksotik. Dari titik-titik yang tepat, kamu bisa melihat anjungan batu karang terjal menjorok ke laut. Di atas tebing setinggi 75 meter dari permukaan laut itu tampak Pura Luhur Uluwatu berdiri anggun. Di kaki tebing, ombak samudera Hindia yang mengempas bebatuan, menimbulkan buih-buih berwarna putih mengilat dan suara yang gemuruh.
Ada dua pintu masuk ke areal Pura Luhur Uluwatu, yakni pintu utara dan pintu selatan. Sekitar 70 pemandu wisata yang ramah siap mengantarmu mengitari kawasan. Semuanya berasal dari desa di sekitar pura. Tak ada tarif khusus bagi pemandu wisata tapi umumnya pelancong memberi mereka tip antara Rp 20 ribu - Rp 50 ribu.
Semakin masuk ke halaman pura, gerombolan monyet-monyet yang tinggal di hutan sekitar Uluwatu akan menyambutmu. Hati-hati, mereka sedikit usil. Sering barang-barang bawaan pengunjung dicopetnya. Itu sebabnya, di loket masuk terpampang peringatan yang ditulis dalam sejumlah bahasa. Bunyinya: "Kacamata, topi, anting, ikat rambut, tolong dilepas. Bahaya dengan monyet".
Agar tidak diganggu, berikan mereka makanan sekadarnya. Mereka paling suka potongan mentimun yang bisa kamu dapatkan di warung makan sekitar area parkir. Meskipun monyet-monyet itu suka pisang, sebaiknya jangan membawakannya. Soalnya, kulit pisang itu akan menjadi sampah yang mengganggu keindahan. Begitu kamu berhasil menarik hati si monyet, mereka akan dengan mudah kamu ajak berfoto. Di sebelahmu, mereka akan tampak seperti seorang sahabat lama yang baru berjumpa kembali.
Melewati jalan setapak berkelok-kelok yang dibatasi pagar beton setinggi 1,5 meter seperti tembok China dalam ukuran mini, kamu bisa menikmati pemandangan kawasan tersebut dari ujung yang satu ke ujung yang lainnya. Di jalur inilah terdapat beberapa titik terbaik untuk menyaksikan keindahan anjungan batu karang terjal di mana Pura Luhur Uluwatu bertengger. Oleh pengelola kawasan, titik-titik tersebut diberi tanda berupa gerbang kecil di mana kalian dapat mengambil foto pemandangan yang indah tersebut dengan lebih leluasa. Dengan langkah santai, kamu membutuhkan waktu hingga satu jam untuk berkeliling.
Janganlah terburu-buru pulang, tunggulah hingga senja tiba. Matahari yang terbenam tampak begitu indah dari kawasan ini. Pendar cahaya jingga matahari yang seolah membenamkan dirinya ke laut membuat tebing dan pura tampak sebagai sebuah siluet yang menawan.
Agar tak bosan, kamu bisa menanti senja sembari menunggu pertunjukan tari Kecak di arena yang khusus disiapkan untuk itu. Dari tempat pertunjukan tersebut kamu juga dapat menyaksikan pemandangan matahari terbenam. Pertunjukkan yang berlangsung antara pukul 18.00-19.00 ini biasanya selalu dipadati penonton. Karena itu belilah tiket sesegera mungkin agar kamu dapat memilih tempat duduk yang paling nyaman untuk menikmati pertunjukan kecak sekaligus pemandangan matahari terbenam. Harga tiketnya Rp 40 ribu.
Akses
Kawasan Uluwatu sangat mudah dijangkau. Jalan menuju lokasi wisata itu tergolong bagus walaupun tidak lebar. Kalau dari Kuta, kamu dapat mengambil jalur Bandara Ngurah Rai – Nusa Dua – Kampus Universitas Udayana – Uluwatu. Atau, kamu dapat melalui jalur lain yaitu dari Bandara Ngurah Rai ke arah Nusa Dua, berbelok kanan di simpang tiga Jimbaran terus saja ikuti jalan utama tersebut kamu akan mentok di areal Pura Luhur Uluwatu. Perjalanan tersebut akan memakan waktu sekitar 15 menit.
Pakaian
Diwajibkan mengenakan busana rapi dengan kain dan selendang. Seperti di pura lainnya, untuk masuk pura ini setiap pengunjung wajib mengenakan kain serta selendang. Kalau tidak membawanya, kamu bisa menyewanya di dekat pintu masuk.
Waktu Berkunjung
Kalau ingin menyaksikan matahari terbenam, sebaiknya pukul 17.30 kamu sudah berada di sana.
Tiket
Rp 3 ribu + Rp 2 ribu untuk parkir mobil.
Makanan dan Minuman
Di areal parkir kamu menemukan banyak warung yang menjual makanan dan minuman.