Lima tahun lalu, ide mengganti wajah seseorang dengan wajah orang lain hanya memungkinkan pada sejumlah kisah fiksi ilmiah saja. Namun, Kamis (9/4) lalu, tim dokter bedah wajah di Boston, AS, telah memujudkan kisah fiksi itu menjadi kenyataan.
"Masyarakatlah yang telah membuat kami bisa melakukan ini. Saya rasa kini kita bisa akan lebih banyak lagi mendengar kisah orang yang wajahnya hancur lalu melakukan transplantasi, terutama para prajurit yang wajahnya hancur akibat perang," kata Dr Frank Papay, seorang ahli bedah yang melakukan transplantasi wajah pertama, pada Desember lalu, di Cleveland Clinic, AS.
Keberhasilan tim dokter melakukan transplantasi wajah ini bisa menjadi kabar menggembirakan bagi orang yang tidak bisa makan atau berbicara normal, karena mengalami kerusakan pada wajah. Mereka kini bisa bebas berjalan di jalan-jalan tanpa diakui sebagai seseorang yang memiliki wajah baru.
Kendati demikian, seseorang tidak bisa dengan bebas menjalani operasi transplantasi wajah ini. Transplantasi wajah ini hanya bisa dilakukan bagi mereka yang wajahnya hancur berat. Sebab, pelaku transplantasi wajah bisa menghadapi risiko besar, yakni mereka harus kekal meminum obat-obatan untuk mencegah penolakan dari organ tubuh lainnya.
"Ini tidak akan seperti sebagian orang bayangkan, seperti orang yang rutin mendapatkan bedah kecantikan, atau operasi kosmetik," kata Stuart Finder, direktur Pusat Kesehatan Kode Etik di Cedars-Sinai Medical Center di Los Angeles.
Kisah sukses transplantasi wajah secara utuh ini bermula dari seorang pasien lelaki yang mengalami kerusakan wajah akibat kecelakaan beberapa tahun lalu. "Orang ini tidak memiliki gigi, tidak ada langit-langit, tidak ada hidung, dan tidak ada bibir. Itu sulit bagi dia untuk berbicara, makan, minum. Ini tentu menyebabkan banyak masalah sosial," ujar ahli bedah plastik Dr Bohdan Pomahac, di Boston.
Ia lalu memimpin tim dokter untuk melakukan operasi transplantasi wajah untuk pasien tersebut. Sebelum operasi berlangsung, tim dokter menekankan pekerjaan mereka pada segi perawatan dan pemeriksaan psikologis pasien. Sebab, transplantasi wajah jauh lebih rumit ketimbang operasi transfer kulit wajah.
Tim dokter harus merekontruksi wajah pasien dengan menggunakan tulang dan tulang rawan. Dr Bohdan Pomahac malah mengganti beberapa organ tubuh pasien seperti hidung, langit-langit, bibir atas, dan beberapa kulit, otot dan saraf. Semua organ itu berasal dari donor yang telah meninggal dunia.
"Butuh waktu tiga bulan untuk mencari donor yang cocok, yang juga memberikan beberapa organ untuk transplantasi pada pasien," jelas Pomahac.
Operasi pun dimulai pada Kamis (9/4), pukul 13.15, dan berlangsung selama 17 jam. Pasien penerima organ baru berada satu ruangan dengan mayat donor. Hingga Jumat (10/4), pasien masih berada pada masa pemulihan akibat anestesi.
"Dia masih belum sepenuhnya terjaga, sehingga dia belum bisa melihat dirinya sendiri. Kami benar-benar belum memiliki percakapan bermakna sampai saat ini," ujar Pomahac.
Pomahac lahir di Ostrava, Republik Ceko. Ia lulus dari Palacky University School of Medicine di Olomouc, Republik Ceko. Dia datang ke Brigham Hospital untuk magang penelitian bedah.
Operasi transplantasi wajah pertama kali pimpin oleh Dr Jean-Michel Dubernard di Amiens, Prancis, pada 2005. Pasiennya adalah Dinoire Isabelle, seorang perempuan yang wajahnya digigit anjing. Kini Dinoire tampil hampir normal.
Sedangkan di AS, operasi transplantasi wajah paling lengkap pertama kali dilakukan oleh tim dokter Klinik Cleveland, Desember 2008. Pasien perempuan yang identitasnya tidak diungkapkan itu mengganti 80% wajahnya dari wajah seorang mayat perempuan. Kabarnya, pasein itu telah meninggalkan rumah sakit pada Februari lalu dengan kondisi baik.
"Dia sekarang memiliki harapan besar terhadap kehidupan. Dia sangat nyaman dengan cara hidup dia sekarang, dan dia tampak sangat senang," kata Dr Frank Papay yang melakukan operasi itu. (inilah.com)