“Malah saya diminta istighfar, karena dosa-dosa orang Islam yang memilih saya katanya akan saya tanggung”
“Prinsip hidup rukun.” itulah jawaban Rahma Afiati (49), saat ditanya alasannya mencalonkan menjadi anggota DPRD Propinsi Jawa Timur melalui Partai Damai Sejahtera (PDS).
Keputusan Muslimah berjilbab yang maju di dapil Malang Raya (Kota, Kabupaten Malang, dan Kotatif Batu) ini memang melawan arus. Ia terlahir dan tumbuh besar di keluarga Muslim, bahkan pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah juga dijalani di lembaga pendidikan Islam.
“Saya juga aktif di PMII waktu kuliah, Gusdurisme lah pokoknya,” ujarnya mengawali perbincangan dengan Sabili, Kamis (1/4), di kediamannya Jl Kedung Cowek 148 yang kini bernama Jl Suramadu alias akses utama menuju jembatan yang menghubungan Pulau Jawa dan Madura ini.
Rahma menuturkan, ia memutuskan maju sebagai caleg PDS karena ditawari keponakannya yang seorang pendeta. Karena partai bergambar salib ini partai terbuka, nasionalis, pluralis, dan tidak berpihak, ia pun menerima tawaran itu.
“Saya menganggap partai hanya gerbong. Ketika gerbong sudah mengantarkan, saya akan berhenti di DPR, bukan ke partai. Saya akan bekerja untuk masyarakat, bukan untuk partai. Di DPR nanti saya tidak membahas Alkitab kan,” kilahnya.
Selain alasan prinsip, keterbatasan dana juga menjadi alasan pencalonannya itu. “Di partai lain daftar caleg harus pakai uang, sedang saya nggak punya uang. Di PDS tidak usah pakai uang,” ungkapnya.
Rahma lantas membantah anggapan bahwa yang masuk PDS adalah para misionaris. Wanita yang dikaruniai enam anak dan lima cucu ini menuturkan, “Di PDS memang ada misionaris, tapi saya kan bukan. Misi saya hanya mengentas masyarakat dari kemiskinan.”
Wanita kelahiran 13 September 1960 ini juga tak khawatir, visi dan misi partai yang didominasi warna ungu ini bertentangan dengan keyakinannya sebagai Muslim. Menurutnya, semangat yang dimiliki PDS adalah menyejahterakan masyarakat.
Soal lambang PDS yang bergambar salib? Ia memakluminya, karena pendirian PDS tak lepas dari gereja. Tapi saya jelaskan pada konstituen, salib itu sebenarnya mencerminkan garis vertikal dengan Allah dan garis horizontal dengan sesama manusia. Alumni PGA Dinoyo Malang ini juga membantah kehadirannya di PDS hanya demi kepentingan pragmatis merebut suara dari umat Islam.
“Jika partai ingin besar jangan terkungkung pada satu pandangan,” pungkasnya.
Rahma Afiati bukan satu-satunya caleg PDS yang beragama Islam dan berjilbab. Ada yang lainnya yakni, Ghurroh Muwahhidah dan Asrianty Puwantini. Keduanya maju di dapil Jatim V (Malang Raya).
Gambar mereka dalam baliho dan spanduk, cukup menjadi perhatian warga karena menyandingkan jilbabnya dengan salib.
Asrianty yang maju sebagai caleg DPR-RI ini, mengaku sering mendapat hujatan dari calon kostituennya. “Malah saya diminta istighfar, karena dosa-dosa orang Islam yang memilih saya katanya akan saya tanggung,” ungkapnya.
Meski begitu, anggota Dewan Penasihat PDS ini tidak patah arang. Wanita yang mengaku sudah mempelajari semua agama ini sudah sangat yakin dengan langkahnya ini.
Wanita kelahiran Jakarta, 7 April 1961 ini, juga membantah jika kehadirannya di PDS karena alasan pragmatis agar partai ini bisa melebarkan sayapnya di luar umat Nasrani. “PDS lebih sesuai dengan visi dan misi saya tentang pluralisme agama,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PDS Jawa Timur, Arifli Harbianto, menolak penilaian bahwa masuknya caleg Muslimah ke dalam partainya agar bisa menarik suara umat Islam.
“Tidak benar itu, karena prinsipnya adalah Undang-undang dan Pancasila. Partai kita nasionalis dan umum,” ujarnya pada Sabili di Surabaya, Rabu (1/4).
Namun dalam waktu yang sama, pria keturunan China ini mengaku, untuk mendongkrak suara partainya pada pemilu 2009 ini, strateginya adalah dengan menjadikan PDS bukan lagi partai agama.
“PDS adalah partai nasionalis dan Pancasilais, yang bernafaskan nilai-nilai agama. Lebih terbuka, untuk seluruh agama,” ujar pria kelahiran Madiun, 23 Juli 1943 itu. Karenanya, ia pun memasang caleg non-Kristen sebesar 10%.
Pria yang menjadi caleg DPR-RI Dapil I (Surabaya dan Sidoarjo) ini meminta masyarakat tak mengkhawatirkan lambang PDS. Lambang PDS yang terdiri dari Salib, diartikan sebagai garis vertikal damai antara Tuhan dan manusia, garis horisontal sebagai damai antara sesama manusia.
Merpati diartikan sebagai lawatan Allah turun ke bumi. Padi dan kapas sebagai kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bumi. Latar ungu sebagai lambang pujian dan penyembahan.
“Salib itu lambang hablun minallah wa hablun minannas,” ujar Direktur Lions Club Surabaya itu mengutip potongan ayat al-Qur’an.
Pendapat tentang arti salib ini dibantah Ketua Tim Fakta Jawa Timur, Masyhud SM.
“Cara menafsirkan itu dari mana? Sebelum Yesus lahir, lambang salib itu sudah ada. Kemudian diadopsi oleh Kristen lewat dongeng penyaliban itu. Jadi itu adalah penafsiran yang seenak sendiri. Mereka sukanya memutarbalikkan fakta,” ujarnya geram.
Ia menilai, apa yang dilakukan PDS ini tak lain adalah tindakan penipuan terhadap umat Islam. Ia juga memprotes keras adanya caleg Muslim yang justru mencalonkan diri lewat partai itu.
“Itu berarti dia nggak tahu platform PDS. Partai Kristen ini banyak menghujat Islam lewat perjuangannya, di antaranya dengan menjegal SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, juga PB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri,” beber pria asal Waru, Sidoarjo ini.
Ia meminta umat Islam jeli terhadap dasar perjuangan PDS. Menurutnya, partai ini mengusung sebuah visi yang dianggap sebagai “amanat agung” yang harus diperjuangkan.
“Visi PDS itu adalah Matius Pasal 28 Ayat 18-20. Misalnya, ayat 19 mengatakan, ‘Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”
Masyhud menyesalkan sebagian umat Islam yang justru maju menjadi caleg PDS.
“Ini tindakan mengelabui umat Islam. Karenanya, umat Islam harus waspada dan tidak memilihnya,” tegas Masyhud. (www.sabili.co.id / www.dakta.com)