Sistem tabulasi nasional pemilu memudahkan publik memantau hasil perolehan suara pemilu. Mulai H+1, publik sudah akan bisa mengetahui perolehan suara khusus anggota DPR perTPS melalui internet.
"Data akan ditayangkan lewat internet perTPS," ujar Ketua Tim Teknis TI KPU dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi saat dihubungi detikcom, Jumat (3/4/2009) malam.
Data itu akan ditayangkan melalui website khusus di alamat www.tnp.kpu.go.id. Publik bisa memantau hasil perolehan suara anggota DPR per caleg dan per parpol di tiap TPS. Namun untuk anggota DPD dan DPRD, datanya tidak akan ditampilkan.
"Untuk DPRD dan DPD, datanya kita scan sebagai dokumentasi digital. Tapi tidak ditayangkan," tutur Husni.
Data yang masuk dari kabupaten/kota ke pusat akan ditayangkan secara simultan. Data yang masuk duluan akan ditayangkan duluan. Mengingat perjalanan formulir C1 IT dari TPS ke kabupaten/kota memerlukan waktu, Husni memperkirakan penayangan baru bisa dilakukan pada H+1.
"Saya kira hari kedua bisa mulai ditayangkan," terang Husni.
Untuk mencakup seluruh nusantara, Husni memperkirakan diperlukan waktu 21 hari. "Itu asumsi paling moderatlah," ujarnya.
Meminimalisir Kecurangan
Menuruf Husni, tujuan dari tabulasi nasional ini adalah untuk mengumpulkan dan menyajikan hasil perolehan suara pemilu dari seluruh TPS dengan cepat, akurat, dan transparan. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung fungsi pengawasan langsung oleh masyarakat.
"Publik bisa memantau secara langsung hasil perolehan suara perTPS," katanya.
Dengan demikian, lanjut dia, jika terjadi beda antara hasil perhitungan resmi di TPS dan hasil yang masuk ke pusat yang tertampil di website, publik akan bisa mendeteksi. Dengan begitu mereka juga bisa turut mengawasi proses perjalanan rekapitulasi hasil perolehan suara.
Sementara itu, menurut komisioner KPU Abdul Aziz, tabulasi nasional pemilu ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi kecurangan. Dengan data berlapis, yakni form manual dan form digital hasil scanning, manipulasi data di tingkat rekapitulasi bisa diantisipasi.
"Ini upaya kita untuk meminimalisasi (kecurangan). Jadi kita menggunakan data informasi ganda. Pertama melalui scanning langsung dari PPS (data digital). Kedua melalui data entry manual," terang Aziz saat dihubungi secara terpisah.
Data digital itu juga bisa berfungsi sebagai alat bukti jika terjadi sengketa. "Jadi kita tidak perlu buka-buka dokumen yang tebal lagi," ucap Aziz. (detik.com)