Kamis, 15 Januari 2009

Nasi Jinggo

Nasi Jinggo adalah hidangan murah meriah yang sangat populer di Bali. Khususnya di kota Denpasar dan Badung. Hidangan ini awalnya diperuntukkan bagi para pekerja malam. Awalnya, sekitar tahun 1980-an, nasi jinggo hanya tersedia di emperan toko jalan Gajah Mada di kawasan Pasar Badung, Denpasar, antara pukul 23.00 hingga dini hari. Di situlah, selain pekerja malam, para mahasiswa yang mengerjakan tugas kuliah hingga larut malam, juga penyair Umbu Landu Paranggi dan anak asuhnya, suka nongkrong membicarakan karya sastra. Dari merekalah menyebar informasi tentang kenikmatan nasi jingo ini hingga kini menyebar hampir ke seluruh sudut kota Denpasar dan Badung, bahkan ke beberapa kota di Bali.

Seperti apa sih nasi jinggo itu? Nasi Jinggo itu, ya nasi bungkus biasa saja, sih! Mirip kayak sego kucing yang terkenal di Yogyakarta. Nasi jinggo dibungkus dengan daun pisang, dengan lauk mi, ayam suir, tempe goreng, telur rebus seperempat butir, dan –ini andalannya— sambal tomat campur terasi yang pedas namun lezat.

Porsi Nasi Jinggo terbilang kecil banget. Nasinya hanya sekepalan tangan. Harganya pun sangat murah, termahal saja cuma Rp 3 ribu. Mungkin ini dulunya sebagai strategi marketing. Sebab, orang merasa membeli sesuatu dengan harga yang sangat murah. Kenyataannya, kebanyakan pembeli nasi jinggo tak merasa cukup dengan hanya satu bungkus. Beberapa orang bisa menghabiskan empat sampai enam bungkus!

◄ Newer Post Older Post ►